Aplikasi
Ekonomi Biru
di
Indonesia
Oleh
Adrian Jourdan Muslim
Pemerhati
Ekonomi
Di sekolah
dasar, murid diarahkan mengagumi Indonesia. Mengacu pada Konvensi
PBB, negeri ini punya 13.487 pulau yang terbentang dari Sabang sampai
Merauke. Sementara 746 bahasa lokal dipakai oleh pelbagai suku.
Sedangkan lahan pertanian menghias tiap daerah.
Belum hilang
giang bahwa Indonesia punya pertanian luas, mendadak berita
mengejutkan datang. Indonesia mengimpor beras dari Vietnam. Negeri
yang sempat porak-poranda oleh militer Amerika Serikat itu, justru
sanggup menyediakan 1,5 juta ton beras untuk Indonesia. Tiada
terbayang di benak kalau Indonesia mengalami defisit pangan.
Kebanggaan sebagai “Aku Anak Indonesia” seolah goyah.
Era
menakjubkan sontak tiba. Bergemuruh istilah blue
energy. Pada Desember 2007,
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengumumkan kepada dunia pada
Konferensi Perubahan Iklim di Bali. Indonesia berhasil menciptakan
bahan bakar baru yang dinamakan blue
energy. Jenis energi ini teramat
ekonomis serta ramah lingkungan. Pakar tersentak karena putra
Indonesia bisa melepaskan unsur hidrogen (H) dari unsur oksigen (O)
pada air (H2O). Padahal, ini pekerjaan memusingkan ahli-ahli
mancanegara. Apalagi berbiaya jumbo.
Blue
energy rupanya kebohongan besar.
Ini mirip varietas unggul Supertoy HL-2. Varietas padi yang
dikembangkan Sarana Harapan Indopangan itu tidak lebih dari
pembohongan publik.
Di tengah
hiruk-pikuk perkara korupsi maupun pemilukada, berdenging istilah
green economy
(ekonomi hijau). Ini selaras panorama Indonesia yang banyak
menyimpan rimba-raya. Masyarakat lantas terbuai jika kelak Indonesia
dapat menyongsong ekonomi hijau. Kini, ekonomi hijau menjadi
landasan ekonomi dunia.
Ekonomi
hijau membuncah dari pikiran Pavan Sukhdev. Ia menegaskan bahwa sisi
sosial dan lingkungan merupakan bagian tak terpisahkan dalam ekonomi
hijau. Konseptor ekonomi hijau tersebut berniat memberantas
kemiskinan. Ia berinisiatif mempersempit jurang perbedaan. Kemudian
mengangkat harkat masyarakat lokal agar lebih sejahtera.
Jembatan Emas
Laut biru
yang terhampar luas lalu ditelisik penuh takzim. Orang lantas
menambatkan istilah ekonomi biru sebagaimana warna laut yang dalam.
Ini memperkaya khazanah ekonomi sesudah sukses mendengungkan ekonomi
hijau.
Pengelolaan
laut secara prima kerap dinamakan ekonomi hijau dalam dunia biru.
Istilah lain yang digunakan yakni ekonomi ramah lingkungan di laut.
Ekonomi biru berarti perlindungan terhadap laut serta pengelolaan
sumber daya laut.
Ekonomi biru
dianggap sebagai paradigma baru perekonomian di Indonesia karena
bersentuhan dengan pelestarian lingkungan. Aspek ini selaras dengan
perencanaan pembangunan di sektor laut dan pesisir. Mimpi pun
digembar-gemborkan bahwa pengelolaan laut berikut pesisir sebagai
basis ekonomi biru mampu menjadi jembatan emas pembangunan nasional.
Elemen
ekonomi biru dipandang bisa memperkuat ketahanan pangan. Hingga,
tercapai pertumbuhan berkesinambungan (sustainable
growth). Dari sini tercipta
kepaduan antara ekonomi dengan bisnis yang ditopang keseimbangan
lingkungan. Rasa keadilan pun terhampar berkat upaya mengatasi
dampak perubahan iklim. Apalagi, laut serta pesisir memberikan
kontribusi terhadap mitigasi pemanasan global. 80 persen panas
diserap laut. Dengan demikian, ekonomi biru bermakna sinergi antara
pertumbuhan, pembangunan dengan lingkungan.
Pola ekonomi
biru sesuai topografis Indonesia yang punya garis pantai terpanjang
kedua di dunia setelah Kanada. Di samping itu, Indonesia merupakan
negara kepulauan terbesar (archipelago
state) di dunia. Dengan ekonomi
biru, niscaya status kesehatan laut (pencemaran) dan manajemen
kelautan dapat dilindungi serta diolah. Hasil studi menjabarkan bila
ekonomi biru mendorong keberlanjutan stok ikan. Kemudian menjamin
ekosistem. Bahkan, mendorong efektivitas sumber daya laut.
Sejarah
menunjukkan kalau 40 persen populasi manusia berada di pantai.
Sebab, pantai menyediakan aneka keperluan hidup. Di Cina, laut dan
pantai menjadi sumber pangan, oksigen serta kehidupan tiada batas.
Vietnam memperoleh 57 persen hasil ekonomi dari penerapan ekonomi
biru. Sementara Korea Selatan 47 persen.
Potensi
ekonomi laut Indonesia ditaksir 1,2 triliun dollar AS per tahun.
Hasil menggiurkan tersebut kian memukau jika diaplikasikan dengan
triple track strategy.
Konsep ini mengusung program pro-poor
(pengentasan kemiskinan), pro-growth
(pertumbuhan), pro-job
(penyerapan tenaga kerja) dan pro-environment
(pelestarian lingkungan).
Ekonomi biru
yang begitu dahsyat makin menemukan karakter prima bila disandingkan
lima rencana aksi KTT Segitiga Karang (CTI) pada 2009. Pertama,
memperkuat pengelolaan laut lepas olahan. Kedua,
mempromosikan pendekatan ekosistem terhadap pengelolaan perikanan.
Ketiga,
meningkatkan manajemen efektif pada daerah perlindungan laut.
Keempat,
memperkokoh ketahanan masyarakat pesisir pada perubahan iklim serta
bencana alam. Kelima,
melindungi spesies langka.
Partisipasi
Elegan
Ekonomi
Indonesia dinominasikan terkuat pada 2030. Kendati demikian, belum
terdengar terobosan unik untuk merealisasikan. Padahal, muskil
mengharap keajaiban datang menghampiri. Ikhtiar mesti digalakkan.
Program ekonomi pro-pasar yang menekankan peran sektor swasta dalam
mendorong pertumbuhan sekaligus menarik modal asing mutlak
difokuskan.
Perekonomian
suatu negara tidak berdiri sendiri. Sekokoh cadas pun ia bisa
terjengkang. Sebagai misal, ekonomi Jerman, Perancis dan Inggris
kian suram bak lampu kehabisan minyak. Soalnya, terseret oleh Yunani
yang terbelit timbunan utang beracun. Padahal, Jerman merupakan
negara dengan perekonomian terkuat di Eropa. Disusul Perancis
bersama Inggris. Trio negara itu tidak aman dari resesi lanjutan.
Bisnis keuangan serta investasi segendang sepenarian. Arkian,
memaksa zona euro dan non-zona euro berada di ujung tanduk prahara
ekonomi. Jerman serta Perancis makin ketar-ketir
sesudah Portugal, Irlandia, Siprus, Italia dan Spanyol terbelit
kemelut ekonomi. Perancis diprediksi paling payah perekonomiannya
setelah Irlandia serta Austria. Negeri Mode tersebut dilanda
lonjakan pengangguran yang mencapai 2,99 juta orang. Di sisi lain,
daya beli warga yang rendah dipadu ketakutan rakyat perihal
kehancuran sistem ekonomi Perancis.
Indonesia
sepatutnya menggagas investasi asing langsung. Mengundang investor
menanam modal di Tanah Air. Langkah ini manjur guna menapak ide
baru, teknologi baru dan pasar baru.
Dapat
dipastikan kalau ekonomi biru bakal kompetitif jika ada investor
asing. Mustahil mengandalkan kekuatan domestik. Alhasil, diperlukan
aksi peningkatan hubungan dengan negara lain lewat investasi asing
langsung. Langkah ini bernas karena akan meningkatkan lapangan kerja
di dalam negeri. Apalagi, tiap pertumbuhan ekonomi memberikan efek
signifikan bagi penciptaan lapangan kerja. Hatta, mengurangi jumlah
kemiskinan.
Tatkala zona
euro terkapar oleh krisis, kita berharap Indonesia sanggup menerapkan
ekonomi biru. Semua berkat laut menjadi kontributor utama bagi
ketahanan pangan di negeri ini. Usaha harus segera digaungkan
mengingat ekologi yang sakit memaksa penduduk planet ini mencari gaya
hidup baru, teknologi baru serta sistem ekonomi baru.
Dengan
ekonomi biru, berarti Indonesia selangkah menuju ke skenario 2030
sebagai negara dengan kekuatan ekonomi besar. Optimisme wajib
digaungkan sebagaimana Nigeria, Vietnam dan Ghana yang cerah menatap
ekonominya seperti dilansir survei Gallup Internasional. Hingga,
Indonesia elegan berpartisipasi menuntaskan krisis finansial global,
kerusakan lingkungan global serta kesenjangan global.
(Fajar,
Jumat, 14 September 2012)
http://www.fajar.co.id/read-20120913215520-aplikasi-ekonomi-biru-di-indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar