Al-Qur’an
Sertifikat Masuk
Surga
Oleh
Adrian Jourdan Muslim
Pemerhati
Kajian Kitab Suci
Beberapa
keajaiban al-Qur’an sering terdengar. Dalam kehidupan sehari-hari,
al-Qur’an menjadi semacam diktum spirit guna memulai aktivitas.
Mesut Ozil, gelandang Jerman dan Real Madrid selalu menyempatkan diri
membaca ayat-ayat al-Qur’an sebelum pertandingan dimulai. George
Weah, bomber
AC Milan era 90-an, juga berdiri tegak di lapangan membaca kalam
Ilahi.
Keajaiban
al-Qur’an, kadang membuat orang berada di lingkungan metafisika.
Rumit memahami keterkaitan al-Qur’an dengan fenomena yang terjadi.
Sejumlah orang merasa pesimistis oleh pengakuan tentang keajaiban
al-Qur’an.
Demi
menggampangkan masalah, kita melongok saja para hafiz.
Penghafal al-Qur’an inilah sesungguhnya yang paling mempesona
sebagai keajaiban al-Qur’an. Orang Arab, Tiongkok, Bugis atau dari
negara-negara Afrika, ternyata banyak yang mampu menghafal seluruh
114 surah al-Qur’an. Kendati suara serta dialek berbeda, tetapi,
mereka secara jelas bisa melantunkan 30 juz. Adakah orang di luar
Islam dapat menghafal buku sucinya?
Keagungan
para penghafal al-Qur’an yang membaca kitab suci secara murattal
(baik dan benar), membuat para pendengar terpesona. Membaca al-Quran
identik dengan keindahan lagu serta keelokan suara. Lagu (nagham)
merupakan komponen penghias dalam membaca al-Qur’an. Nagham
erat dengan ilmu dan adab membaca al-Qur’an yang dinamakan tajwid.
Ilmu ini mengatur panjang pendek mushaf, bacaan ghunnah,
ikhfa’, idgham, makhraj serta
hukum lainnya.
Dalam
al-Qur’an disebutkan bahwa membaca al-Qur’an mesti dengan tartil.
Pengertian bacaan yang mujawwad
dan tartil
tatkala melantunkan al-Qur’an mencakup beberapa unsur. Sebagai
contoh ialah tajwid yang berirama, suara bagus, variasi serasi,
pengaturan nafas serta mimik wajah mendeskripsikan makna ayat yang
dibaca.
Ali bin Abi
Thalid menjabarkan: “Attartiilu
huwa tajwiidul huruf wa ma’rifatul wuquf”
(tartil
adalah memperindah huruf-huruf sembari mengerti perihal pemberhentian
bacaan).
“Bacalah
al-Qur’an dengan lahan
(gaya lagu) Arab yang bacaannya baik. Hindari lahan
ahli kitab (Yahudi dan Nasrani) maupun komunitas fasik. Kelak bakal
datang selepas saya suatu kelompok yang membaca al-Qur’an laksana
bernyanyi sebagaimana para ahli kitab. Mereka seolah tidak membaca
al-Qur’an. Aksara yang keluar dari kerongkongannya tak selaras
dengan susunan alfabet. Apa yang dibaca tidak membekas pada dirinya.
Mereka sekedar bertujuan mempesona pendengarnya”.
Klasifikasi
Firman
Al-Qur’an
tiba di bumi pada Senin, hari ke-21 Ramadan. Sebelumnya, turun
Shuhuf
(lembaran) Nabi
Ibrahim pada awal malam Ramadan.
Taurat pada hari keenam Ramadan. Sementara Injil
pada hari ke-13 Ramadan.
Dalam
al-Qur’an, kata al-Qur’an disebut 68 kali, Taurat 18 kali, Injil
12 kali serta Zabur tiga kali. Sedangkan
Shuhuf
Nabi Ibrahim
dan Nabi Musa dua kali.
Nama-nama
al-Qur’an antara lain Kitab
(pustaka atau kumpulan firman). Kemudian az-Zikr
(peringatan) serta al-Furqan
(pembeda antara yang hak dengan batil). Nama lain yaitu
Kalam, Nur, Mau’izah, Hikmah, Hablun, Ahsanul Hadis dan
ash-Shidqu.
Kata dalam
al-Qur’an berjumlah 77.439. Sementara jumlah ayat al-Qur’an
menurut ulama Mekah mencapai 6.219. Ulama Medinah menghitungnya
6.214. Ulama Kufah
menegaskan 6.236. Hitungan ulama
Basrah mencapai 6.204. Sedangkan
penduduk Syam menandaskan 6.225.
Al-Qur’an
diturunkan dengan tujuh huruf. Menurut Mustafa Sadik
Rafi’i, maksud Hadis itu yakni bahwa di masa tersebut terdapat
tujuh dialek
dalam bahasa Arab. Al-Qur’an memuatnya semua. Arkian, tiap puak
Arab yang menelisik bisa mengerti tujuannya sekaligus lancar dalam
membaca.
Al-Qur’an
terdiri atas 114 surah. Dengan
panjang yang berbeda dari tiga sampai 286 ayat. Surah Makkiyah
mencapai 86 surah. Sementara Madaniyah
berjumlah 28. Kaum Muslim yang hendak membaca al-Qur’an secara
utuh dalam suatu
periode lantas dipermudah. Al-Qur’an dibagi 30 juz
(bagian) yang sama (ajza).
Sertifikat
Surga
Setelah
Rasulullah mangkat, otomatis tiada lagi tokoh
utama penghafal al-Qur’an. Pada Perang Yamamah, sekitar
70 huffaz
(penghafal al-Qur’an) gugur. Umar bin Khattab gundah. Ia cemas
jumlah hafiz
kian menyusut dalam
ekspedisi lain. Walhasil, ia
mengusulkan kepada
Khalifah Abu Bakar pengumpulan
al-Qur’an agar tak lenyap seiring gugurnya hafiz.
Zaid bin
Tsabit lalu ditunjuk sebagai
ketua tim seleksi. Teks al-Qur’an yang tertera pada keping-keping
batu, tulang-tulang
hewan, kayu,
daun, kulit, kain serta pelepah tamar segera dikumpulkan.
Sesudah
disatukan, maka, tim Zaid segera mengatur sebagaimana yang pernah
dititahkan oleh Nabi Muhammad. Kumpulan ayat itu kemudian diserahkan
kepada Abu Bakar.
Abu Bakar
lantas melakukan hearing
untuk memberinya nama. Ada yang mengusulkan nama Injil. Sebagian
sahabat tidak menyukainya.
Lalu ditawarkan as-Sifar.
Sahabat lain menampiknya. Ibnu Mas’ud kemudian bercerita jika
orang Habsyi punya sebuah kitab yang dinamakan al-Mushaf.
Abu Bakar setuju
diikuti sahabat lain. Hatta,
firman-firman Allah dalam wujud
buku tersebut
dinamakan Mushaf
(teks tertulis).
Umar
mewarisi pusaka langit itu ketika ia menjadi khalifah. Saat Umar
wafat, maka, Mushaf
tersebut dititipkan kepada Hafsah binti Umar.
Metode
membaca al-Qur’an rupanya menyulitkan masyarakat Syam dan warga
Irak. Huzaifah ibnu Yaman segera melaporkan perkara itu kepada
Khalifah Usman
bin Affan. Zaid akhirnya ditunjuk kembali buat menyalin ulang. Ia
dibantu oleh Abdullah bin Zubair, Said bin al-Ash serta Abdur Rahman
bin Haris bin Hisyam. Kelompok kerja ini meminjam lembaran-lembaran
Mushaf
dari Hafsah.
Salinan
Mushaf
tersebut dikerjakan selama tarikh 24-30 Hijriah. Mushaf
itu lantas disebar di tiga
metropolitan pada kawasan Muslim
Empire di Kufah, Basrah
dan
Damaskus.
Naskah asli yang dinamakan al-Mushaful
Imam dipegang Khalifah
Usman.
Al-Qur’an
lalu melanglang buana di planet ini. Sejumlah bandar pada beberapa
mandala pun menjadi persinggahan al-Qur’an. Orang non-Arab
ternyata repot memahami al-Qur’an. Hingga, diracik penerjemahan ke
dalam bahasa setempat.
Terjemahan
al-Qur’an pertama didesain dalam bahasa Persi. Dirancang oleh
Sa’ad asy-Syirazi pada 1313 Masehi.
Kemudian muncul terjemahan dalam bahasa Turki. Disusul bahasa India
oleh Waliyullah
Dahlawi. Terjemahan
dalam bahasa Indonesia
dirintis oleh Abdur Rauf
Ali al-Fansuri pada pertengahan abad ke-17. Sedangkan di China,
al-Qur’an
diterjemahkan oleh non-Muslim
bernama Li Ti Cin pada 1927.
Al-Qur’an
merupakan pedoman hidup di dunia serta sertifikat untuk memperoleh
kediaman di Surga. Dari Abdullah bin Amr bin al-Ash bahwa Rasulullah
bersabda: “Dikatakan kepada orang yang hafal al-Qur’an pada Hari
Kiamat. Baca sebagaimana dulu kamu melantunkannya di dunia.
Sungguh, tempatmu di Surga sesuai dengan akhir ayat yang kamu baca”.
(Cakrawala, 13 Agustus 2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar