2

Kamis, 02 Juni 2011

Misteri Supersemar

Renungan Tentang Surat Perintah 11 Maret 1966
____________________________________________________________________________________________________________________________
Misteri Supersemar
Oleh Adrian Jourdan Muslim
Peminat Masalah Politik

Wimanjaya K Liotohe tergolong manusia paling nekat di masa Orde Baru. Ia menulis buku Primadosa, Primadusta serta Primaduka. Tiga pustaka itu isinya cuma hujatan terhadap Orde Baru, kepemimpinan nasional maupun aparat pemerintah. Dalam kitabnya, Wimanjaya enteng saja mendiskreditkan awal pemerintahan Soeharto. Ia berteori kalau Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar), sesungguhnya tidak ada. Padahal, landasan Orde Baru yakni Supersemar. Dengan demikian, keberadaan Orde Baru harus batal demi hukum. Entah ilmu apa yang dimiliki Wimanjaya sampai ia tak dibunuh oleh antek-antek Soeharto yang terkenal bengis. Apalagi, Soeharto reaktif terhadap kritik.
Mantan Menteri Sekretaris Negara Moerdiono membenarkan bila memang ada surat perintah, tetapi, bukan ide Soeharto.
Menurutnya surat tersebut bukan inisiatif atau perintah mantan Panglima Komando Strategis AD Letjen Soeharto” (FAJAR, 12 Maret 2007).
Moerdiono jelas berbohong. Sebab, Soeharto sendiri yang mengklaim sebagai inisiator Supersemar. Pengakuan itu diungkapkan dalam peringatan lima tahun Supersemar di Jakarta pada 1971.
Daya tarik Supersemar begitu menakjubkan. Pasalnya, Supersemar ditengarai suatu aksi kudeta konstitusional. Sementara Orde Baru mendeklarasikan jika Supersemar merupakan mandat pelimpahan kekuasaan dari Bung Karno ke Soeharto.
Misteri Supersemar kemudian berdenging-nyaring. Soalnya, betapa mudah Bung Karno memberi kekuasaan kepada Soeharto. Kalau Supersemar diproklamasikan sebagai penyerahan kekuasaan, berarti surat sakti tersebut bernilai tinggi sejarah. Setitik noda atau segores cela tidak boleh mengotori lembar surat itu. Di luar dugaan, naskah asli Supersemar rupanya raib bak di telan bumi.
Publik bernafsu mempertanyakan hakikat Supersemar guna mengklarifikasi persoalan. Betulkah Supersemar merupakan pelimpahan kekuasaan atau sekedar perintah buat menetralisir situasi Jakarta. Dr Roeslan Abdulgani mensinyalir isi Supersemar ialah delegation of authority, bukan transfer of authority.
Pada 1965-1966, Ibu Kota berada dalam titik didih kesemrawutan. Enam jenderal dan seorang perwira pertama dibunuh di Lubang Buaya. Aksi mahasiswa bergolak. Di sisi lain, rakyat hidup sengsara. Jakarta bagai berkubang huru-hara di tengah intrik politik yang membara.

Ini Pasti Kudeta
Letda Inf Soekardjo Wilardjito, mantan pengawal Soekarno bersaksi bila Bung Karno ditodong pistol supaya menyetujui isi Supersemar. Sekitar pukul 01.00 selepas waktu 11 Maret 1966, petugas piket Cakrabirawa (Pasukan Pengawal Presiden) Kopka Rachman, melapor. Ia menyampaikan kedatangan Mayjen Basoeki Rachmat, Mayjen Amir Machmud bersama Brigjen M Jusuf.
Soekardjo, petugas Dinas Secutiry Istana Bogor, lantas mengetuk kamar tidur Bung Karno. Presiden hanya mengenakan piyama tatkala menemui mereka.
Jusuf lalu menyodorkan stopmap merah jambu agar ditandatangani. Sedangkan Basoeki menodong Bung Karno dengan pistol jenis FN Kaliber 16. Soekardjo bereaksi cepat dengan mencabut pistol FN Kaliber 46. Bung Karno memberi isyarat lambaian tangan kanan kepada Soekardjo sebagai tanda supaya ia menyisipkan senjatanya.
Bung Karno kemudian berdebat dengan trio utusan Soeharto tersebut. Maklum, surat itu menggunakan diktum militer, bukan diktum kepresidenan. Bung Karno lantas tersudut mengingat kondisi Ibu Kota yang genting. Ia cuma berpesan agar mandat tersebut dikembalikan kepadanya jika iklim Jakarta sudah reda. Bung Karno lalu menandatangani Supersemar dengan pulpen biru tua yang diberikan Jusuf. Setelah rombongan itu pergi, Bung Karno berujar: “Ini pasti kudeta”.
Pada 12 Maret 1966, Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden/Pangti ABRI/KOTI Nomor 1/3/1966 perihal pembubaran PKI dengan ormas-ormasnya. Kepres tersebut mengacu pada Supersemar. Padahal, Supersemar tiada lain mandat militer, bukan mandat politik. Pembubaran PKI tentu bersifat politik. Letnan Satu Moerdiono yang menjadi sekretaris pribadi Basoeki Rachmat merupakan penyusun konsep surat pembubaran PKI. Ia disuruh oleh Letkol Soedarmono atas perintah Soetjipto SH, Kepala G-V KOTI (Komando Operasi Tertinggi).
Bung Karno terkejut sekaligus marah atas tindakan Soeharto yang membubarkan PKI. Pada 13 Maret 1966, Bung Karno mengeluarkan surat perintah yang mencabut Supersemar. Bung Karno mengutus Waperdam II Dr Johannes Leimena bersama Panglima KKO Brigjen Hartono untuk menyerahkan pencabutan Supersemar. Soeharto tak gentar. Sebab, kekuatan sudah berpihak padanya. Soeharto kemudian menantang kalau semua tindakannya adalah tanggung jawabnya sendiri.
Pada 18 Maret 1966, Soeharto menangkap 15 menteri, termasuk Dr Soebandrio. Mereka merupakan loyalis Bung Karno.

Kudeta Bertahap
Pada intinya, Bung Karno menjadi sumbu lahirnya Supersemar. Ia, misalnya, dekat dengan Tiongkok yang beraliran komunis. Di sisi lain, AS memusuhi blok komunis yang berada di bawah dominasi Uni Soviet. AS jelas geram dengan Bung Karno yang antikapitalis. Apalagi, ia melontarkan slogan: “Amerika kita setrika! Inggris kita linggis!”.
Indonesia yang berkiblat ke Peking (Beijing) memaksa CIA turun tangan. Gelagat Indonesia bermazhab komunis sangat merisaukan AS. Paman Sam pantas pusing tujuh keliling. Selain PKI, Amerika juga menghadapi Perang Vietnam serta Perang Dingin.
Malaysia ikut pula sebal dengan Bung Karno. Hingga, kedua negara terlibat konfrontasi. Pada 2-3 November 1965 di Bangkok, Thailand, Brigjen Sukendro yang dekat dengan Soeharto bertemu Dato Ghazali Shafie dari Kementerian Luar Negeri Malaysia. Pembicaraan rahasia itu membahas penghentian permusuhan.
Supersemar merupakan legitimasi bagi Soeharto. Apalagi, status Supersemar akhirnya menjadi TAP IX/MPRS/1966 pada 21 Juni 1966. Akibatnya, Bung Karno mustahil mencabut Supersemar. Pada 22 Februari 1967, Soeharto menerima penyerahan pemerintahan. Kala MPRS mencabut mandat Bung Karno pada 12 Maret 1967, Soeharto justru dikukuhkan sebagai Pejabat Presiden. Pada 27 Maret 1968, Soeharto dilantik sebagai presiden sampai dilaksanakannya Pemilu pada pertengahan 1968. Setelah menjadi presiden, ternyata Soeharto menunda Pemilu sampai 1971.
Soekardjo berkomentar bila Bung Karno bertutur: “Ini pasti kudeta”. Rangkaian kegiatan sesudah Supersemar menunjukkan pengambilan kekuasaan. Secara bertahap, tahta Bung Karno dipreteli.
Soebandrio berargumentasi jika Soeharto mengambil-alih kekuasaan secara berangsur-angsur. Pertama, ia menyingkirkan saingannya di AD lewat G-30 S/PKI. Kedua, membubarkan PKI yang menjadi rival AD. Ketiga, melucuti kekuatan Bung Karno dengan memecat seraya menahan 15 menteri. Keempat, mendepak Bung Karno dari kekuasaannya.
Ironisnya, menurut Asvi Warman Adam, MPRS pun dimatikan secara perlahan-lahan oleh Soeharto setelah merebut kekuasaan. Padahal, awalnya Ketua MPRS AH Nasution merupakan sekutu Soeharto. Mereka berseberangan gara-gara Pak Nas beranggapan kalau Pejabat Presiden mesti memberikan pertanggungjawaban kepada pimpinan MPRS.
Wimanjaya sebagai insan ternekat di era Orde Baru layak didengar. Penulis buku Primadosa, Primadusta dan Primaduka tersebut berfatwa bila eksistensi Orde Baru harus batal demi hukum. Pasalnya, Supersemar sebagai awal perjuangan Orde Baru tidak pernah tampak wujudnya. Setan ataukah secarik kertas yang namanya Supersemar itu? Wallahu a’lam (hanya Tuhan yang tahu).

1 komentar:

Pengikut

Wal-Mart.com USA, LLC

4

7

Wal-Mart.com USA, LLC
Wal-Mart.com USA, LLC
Wal-Mart.com USA, LLC
Wal-Mart.com USA, LLC