Menyambut
Hari Buku Nasional 17 Mei 2012
Buku
dalam Kehidupan
Oleh
Adrian Jourdan Muslim
Peminat Masalah Pustaka
Tiap manusia
pasti pernah melihat buku. Murid SD sampai mahasiswa malahan
bertumpu pada pelbagai buku. Tanpa buku, pelajar repot meraup ilmu.
Sebab, buku merupakan lentera pencerahan dunia ilmu. Buku menjadi
sumber inspirasi sekaligus penerang zaman. Buku mampu menggugah
kekuatan demi merangsang potensi diri. Buku juga sanggup
menghidupkan kalbu dengan pernik-pernik cahaya hikmah.
Anatomi buku
bervariasi. Ada tebal, ada tipis. Ada maksi, ada mini. Ada pula
berjilid-jilid dengan sampul artistik, ilustratif dan eksploratif.
Rupa-rupa pustaka meliputi kamus, novel, ensiklopedia, komik maupun
kitab suci. Meski buku memiliki fisik bermacam-macam, namun, nilai
utama tetap pada tiap sisi yang kaya tema. Alhasil, enak dinikmati
karena kedalaman makna yang dikandungnya
Penerbitan
buku juga punya banyak motif. Ada untuk mencerdaskan. Ada buat
memotivasi pribadi. Bahkan, ada buku dirilis guna menipu masyarakat.
Menjelang pemilihan pemimpin lokal atau nasional, acap sebuah buku
dipublikasikan. Di situ diterakan segenap prestasi tokoh
bersangkutan. Sementara cacat-celanya yang berkarung-karung
disembunyikan. Ia tak merasa berdosa untuk memanipulasi data
statistik demi membuahkan sebuah asumsi keliru.
Pada
hakikatnya, buku begitu layak dikategorikan sebagai “buku sampah”.
Ada lagi “buku sampah” berupa jawaban atas sebuah buku. Kalau
ada buku membicarakan sejarah. Kemudian ulasan sejarah itu tidak
berkenan dengan seseorang. Ia lalu menerbitkan buku dengan isi yang
membahas kebaikan dirinya.
“Buku-buku
sampah” biasanya kurang digemari kalangan yang berwawasan
komprehensif. Pasalnya, kandungannya dipandang vulgar serta
bombastis. Apalagi, “buku sampah” tak memotivasi semangat. Buku
model begitu justru menjengkelkan. Mereka licik bin lihai menyulap
kesalahan menjadi kebenaran sejenak. Akibatnya, orang merasa rugi
membelinya. Rasanya laksana ditipu mentah-mentah oleh pembual sial.
Kehadiran
buku dalam kehidupan sangat krusial. Dengan buku, maka, periode
tertentu seolah mampu direparasi. Ibarat kata, era lampau bisa
direkonstruksi, zaman kini dapat dimanipulasi, masa depan bisa
dimodifikasi.
Buku-buku
yang bertumpuk dilahap menata manusia menjadi brilian. Kecerdasan
yang dimiliki membuat orang lebih siap menghadapi era mendatang.
Maklum, sosoknya senantiasa terbuka untuk langkah alternatif.
Jabat Tangan
Dari deretan
pustaka, selalu ada yang mempesona perspektif. Ia seolah memompa
semangat bak tubuh kena setrum. Saya butuh satu bulan untuk membaca
novel Mushashi
yang tujuh jilid.
Menjelang tidur, saya menyempatkan diri menikmati novel terbitan
Gramedia tersebut.
Sebuah
adegan dalam novel karya Eiji Yoshikawa itu mengubah cara saya
mengetik. Alkisah, ronin
(pendekar tanpa tuan) Musashi dikeroyok sepasukan samurai. Serangan
masif dan bergelombang tersebut tidak menciutkan nyali Musashi.
Tanpa sadar, tangan kirinya merogoh pedang pendek. Ia lantas
membabat para samurai dengan pedang panjang di tangan kanan dipadu
pedang pendek di tangan kiri.
Musuh mampus
bergelimpangan. Musashi kemudian menatap kedua tangannya usai
membantai lawan-lawannya. Ia takjub dengan kedahsyatan kedua
tangannya. Bila punya dua tangan, mengapa tak difungsikan semua.
Sejak itu,
saya tidak lagi mengetik dengan “sebelas jari” alias memakai dua
telunjuk. Jika memiliki sepuluh jari, mengapa tak difungsikan semua.
Buku-buku
dengan alur logika bernas membuat pembaca makin cerdas. Rangkaian
teks dinamis yang tercetak memicu pembaca untuk berbenah diri.
Mereka dapat meniru kearifan yang digulirkan sang penulis. Pembaca
bisa menjiplak kebijakan-kebijakan yang berfaedah bagi diri sendiri
atau orang lain.
Selama
menggeluti “himpunan kertas beraksara”, ada sebuah “petuah
Afrika” yang begitu menggurat di sanubari. Diceritakan bahwa
Nelson Mandela adalah pribadi rendah hati. Ia berpesan bahwa jangan
menunggu orang menjulurkan tangan untuk berjabat tangan. Ulurkan
cepat tanganmu. Soalnya, mereka pasti mendambakan berjabat tangan
dengan kamu.
Petuah
Presiden Afrika Selatan (1994-1999) ini, teramat mengesankan hati.
Sebab, banyak orang popular atau tokoh publik yang malas berjabat
tangan dengan orang sekitarnya.
Hikayat
bergulir bahwa warga yang pernah berjabat tangan dengan Mao Zedong,
tidak rela mencuci tangan selama berpekan-pekan. Mereka begitu
senang dapat menyentuh tangan pendiri Republik Rakyat Cina tersebut.
Apalagi, sebagian menganggapnya dewa.
Minimalisasi
Stres
Pasa
esensinya, tidak seluruh buku patut dicerna. Pasalnya, apa yang
dibaca mencerminkan diri sendiri. Pustaka-pustaka positif yang
diserap bakal menghasilkan energi positif.
Ihwal serupa
terjadi pada bacaan lain atau tontonan. Orang yang suka mengintip
situs porno pasti kepalanya berisi impuls mesum. Begitu menatap
cewek bahenol, ia langsung berimajinasi untuk me-miyabi-ozawa-kan
gadis itu.
Buku sangat
berpengaruh bagi kehidupan. Di samping menambah wawasan, buku
mujarab pula untuk menjaga kesehatan. Dengan membaca, maka, stres
bisa diminimalisasi. Bacaan-bacaan ringan semacam fiksi dapat
mengurangi beban pikiran. Membaca buku juga diyakini menjauhkan
orang dari resiko penyakit Alzheimer. Membaca membantu mencegah
gangguan otak, termasuk kehilangan memori.
Manfaat
membaca buku yang sering didengungkan yakni meningkatkan konsentrasi.
Buku punya keunggulan guna mengembangkan keterampilan objektivitas.
Buku
diperkirakan muncul di Mesir pada tahun 2400 sebelum Masehi. Bangsa
Mesir menciptakan kertas papirus. Deretan huruf lalu ditorehkan di
atas kertas papirus. Data-data pada kertas papirus tersebut lantas
dilipat secara melingkar. Gulungan itu yang ditahbiskan sebagai
prototipe awal buku di dunia.
Wujud buku
kemudian berubah tatkala kertas ditemukan di Tiongkok. Pada tarikh
105, Ts’ai Lun mempersembahkan contoh kertas berbahan dasar kulit
kayu murbei kepada Kaisar Han Hedi. Buku kian menggairahkan saat
Johannes Gutemberg menemukan mesin cetak pada tahun 1450-an.
Di era
digital ini, pustaka bersalin rupa dalam wujud e-Book
(buku elektronik). E-Book
makin digandrungi berkat perangkat keras e-Book
Reader (pembaca kitab digital).
E-Book Reader
memiliki fitur papan ketik QWERTY. Hingga, pembaca berkesempatan
memberikan catatan pada halaman buku digital. Dengan layar sentuh,
maka, pembaca leluasa pula membuka halaman demi halaman. E-Book
Reader juga punya pencari kata,
batas penanda halaman terakhir yang dibaca berikut pengaturan cahaya.
Buku yang dibaca malahan bisa vertikal serta horizontal.
Dengan
e-Book,
niscaya segala ilmu kian gampang disimak. Barisan alfabet yang
berjejer pada lembaran buku makin enteng ditelusuri. Wawasan pun
kian luas. Pikiran makin jernih dan ucapan yang dituturkan terasa
bermakna. Semua berkat buku yang tak lain sumber inspirasi tiada
habis.
(Tribun Timur, Jumat, 18 Mei 2012)
(Tribun Timur, Jumat, 18 Mei 2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar