2

Kamis, 03 Mei 2012

Perspektif Ekonomi Indonesia

Perspektif Ekonomi Indonesia
Oleh Adrian Jourdan Muslim
Peminat Kajian Ekonomi

      Ekonomi Indonesia masih seret. Hempasan gelombang krisis masih mengombang-ambingkan. Ekonomi bak layangan yang putus talinya. Bahkan, memasuki labirin intrik.
      Ekonomi merana karena perlambatan pertumbuhan lantaran penurunan harga komoditas internasional. Dampaknya lantas menjalar pada penurunan kinerja ekspor serta investasi.
      Efek global yang menohok tiada lain pertumbuhan ekonomi dari sisi ekspor barang dan jasa. Penurunan ekspor berimbas pada penciutan aktivitas ekonomi masyarakat. Gejala itu mengakibatkan konsumsi domestik berkurang serta pertumbuhan ekonomi terkoreksi. Kategori tersebut menimbulkan konsekuensi lain. Sebab, terjadi penurunan inflasi gara-gara permintaan global yang rendah. Di kala itu, harga komoditas di pasar internasional turut terkoreksi.
      Dalam hitungan logika, Indonesia termasuk negeri paling kaya. Melihat letak geografis berikut keadaan alamnya, mustahil di negeri ini ada pengemis, gelandangan maupun orang melarat.
      Indonesia punya lahan pertanian dan perkebunan yang luasnya sejauh mata memandang. Padi serta buah-buahan dapat mengenyangkan segenap penduduk negeri ini. Kekayaan tak hanya di darat. Indonesia memiliki pula laut yang teramat luas. Rupa-rupa jenis ikan tersedia.
      Meski punya lahan pertanian dan laut maha luas, namun, penduduk fakir justru terhampar di mana-mana. Semua tertegun, bagaimana mungkin negeri dengan kekayaan alam ini bisa semrawut.
      Ada sejumlah kendala terkait keterbelakangan ekonomi Indonesia. Dari beberapa kendala yang mengemuka, ada dua paling pokok. Keduanya ialah mitos serta korupsi.
      Bertahun-tahun kita direcoki bahwa Indonesia adalah bangsa yang besar. Kita selalu dicuci otak bahwa negeri ini tiada bandingnya. Tengoklah sejarah. Di bentala ini pernah bercokol kerajaan Sriwijaya dan Majapahit.
      Mitos bahwa Indonesia merupakan bangsa yang besar membuat kita terlena. Kita pun menggampangkan masalah. Akibatnya, rasa malas merayap dalam aliran darah. Hingga, bangsa ini terkulai dalam kebodohan.
      Kita membanggakan sejarah. Terbuai ilusi subyektif. Di lain pihak, bego berdiplomasi. Candi Borobudur yang cantik justru tidak mampu dinegosiasikan sebagai “Tujuh Keajaiban Dunia”.
      Saya tak memiliki keabsahan yang kokoh untuk curiga, tetapi, risau. Jangan-jangan orang asing menuding Borobudur bukan karya asli Indonesia. Arsiteknya barangkali dari India. Mandornya dari Kerajaan Siam (Kamboja). Sedangkan kulinya Indonesia tulen. Wow…

10 New York
      Mitos membuat negeri ini terjebak dengan masa silam. Hasilnya yakni rasa malas sekaligus kebodohan. Di sisi lain, perilaku malas diidap rakyat Indonesia karena kondisi alam.
      Orang Jepang terlihat terburu-buru jika berjalan ke kantor. Di Belanda, orang berbusana jas keren naik sepeda. Fenomena itu karena Jepang serta Belanda mengenal musim dingin dan salju.
      Di Indonesia, tidak ada orang kantoran mau jalan terburu-buru ke kantor. Soalnya, membuat badan berkeringat. Bila tiba di kantor, peluh yang berceceran memaksa orang malas bergerak.
      Di Indonesia, orang kantoran ogah naik sepeda. Maklum, jalan tak teratur serta macet. Sesampai di kantor, belum tentu ada AC. Akibatnya, keringat yang berleleran membuat ritme kerja terganggu.
      Suasana kerja yang tidak mendukung akhirnya membuat bangsa ini menggampangkan masalah. Jalan pintas senantiasa ditempuh. Mereka meminimalisasi tenaga dengan memaksimalkan sogokan. Alhasil, korupsi mekar di mana-mana.
      Sikap menggampangkan masalah membuat kita menyerahkan tambang emas di Papua ke pihak asing. Andai anak negeri yang mengelola tambang emas tersebut, niscaya telah 10 kota setara New York dibangun di Papua. Pasalnya, bisik-bisik yang berhembus mewartakan bahwa Freeport menangguk laba USD 500 miliar atau sekitar Rp 4000 triliun. Ajaibnya, Indonesia memperoleh satu persen dari Rp 4000 triliun.
      Ekonomi Indonesia payah lantaran korupsi sudah tak terbendung. Pertumbuhan ekonomi selalu dipengaruhi tingkat korupsi. Makin tinggi derajat korupsi suatu negara, maka, kian rendah pertumbuhan ekonominya.
      Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seolah berjalan di tempat. Ketua KPK belum membuat gebrakan kecuali menciduk Angelina Sondakh. Nyaris tiada janji-janji muluk yang dilontarkan berbuah kenyataan. Semua semu. Tidak ada harapan.

Lelah Ditipu
      Seluruh negara mandiri di dunia pasti andal mengelola pertanian. Negara-negara Afrika sejak tahun 80-an sampai sekarang banyak yang merana. Sebab, sisi pertanian atau ladang tak digarap optimal. Mereka malahan sibuk dalam perang saudara. Tatkala bahan makanan habis, berarti riwayat mereka ikut punah.
      Tiongkok di zaman kini menjadi motor penggerak ekonomi global. Soalnya, pertanian masih diprioritaskan. Industri China tidak terusik berkat pasokan makanan dalam negeri aman terkendali. Ketangguhan ekonomi kemudian membuat China berinvestasi di Afrika, Amerika Selatan dan Timor Leste.
      Mitos serta korupsi menjadi penghambat utama pertumbuhan ekonomi Indonesia. Mitos wajib dilawan dengan pendidikan. Anak-anak diasuh agar punya visi, imajinasi dan fantasi. Di sisi lain, korupsi mutlak dilawan dengan aturan tegas tanpa pandang bulu. Jangan cuma berani dengan anak yang mencuri sepasang sandal atau nenek yang mencuri setandan pisang. Coba kalau berani tangkap ketua partai sebelum gantung diri di Monas.
      Kita telah capek dibodoh-bodohi pemerintah bahwa orang miskin tinggal 31 juta. Kita sebal dibohongi bahwa jumlah pengangguran terbuka 11 juta orang. Kenyataannya, warga yang tak leluasa makan dalam sehari makin bertambah. Pengangguran kian membludak. Akibatnya, perampokan serta pencurian marak di tiap RT/RW.
      Jika mitos dan korupsi tetap bergelora, niscaya Indonesia sulit keluar dari belitan krisis finansial global. Apalagi, kondisi ekonomi serta keuangan Amerika Serikat masih sakit. Sementara pemulihan ekonomi di Eropa tetap lambat seperti langkah kura-kura.
      Masih banyak waktu untuk merestorasi perspektif ekonomi Indonesia. Apalagi, kita masih memiliki nyali memekik lantang untuk “hidup bersama di Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
      Tidak usah menunggu wejangan dari langit ketujuh untuk mereparasi ekonomi. Kita hanya butuh tekad guna memangkas mitos dan korupsi. Pasalnya, dua unsur itu merupakan asas buruk dalam memacu upaya-upaya optimal. Akibatnya, kita gagal menata ekonomi.

(Fajar, 3 Mei 2012)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut

Wal-Mart.com USA, LLC

4

7

Wal-Mart.com USA, LLC
Wal-Mart.com USA, LLC
Wal-Mart.com USA, LLC
Wal-Mart.com USA, LLC